KARAWANG-Perjuangan meraih gelar doktor bukan sekadar tentang menyelesaikan studi tingkat tertinggi, melainkan juga sebuah kisah tentang ketekunan, pengorbanan, dan semangat pantang menyerah.
Di balik gelar prestisius itu, ada perjalanan panjang yang kerap dipenuhi tantangan, air mata, dan bahkan cobaan.
Salah satu kisah inspiratif datang dari Dr. H. Sopian, S.Pd.I, M.Si., yang belum lama berhasil meraih gelar doktor dalam bidang Pendidikan Islam di Universitas Islam Nusantara (UNINUS).
Pria berkacamata bertubuh gempal yang lahir di Karawang pada 21 Mei 1971 ini tumbuh dalam lingkungan keluarga sederhana di Desa Sukasari, Kecamatan Cibuaya Kabupaten Karawang.
Sejak kecil, ia dikenal sebagai pribadi yang ulet, dan pekerja keras. Sikap gigihnya dalam menempuh pendidikan sudah terlihat sejak dini. Dengan berbagai tantangan yang dihadapinya, ia tidak pernah menyerah untuk terus belajar dan mengembangkan dirinya.
Menamatkan pendidikan MI hingga MA di Karawang, H. Sopian mencoba membangun mimpinya untuk menjadi seorang intelektual dengan menempuh pendidikan tingginya di salah satu perguruan tinggi di Banten.
Namun, asa dan cita-citanya kandas karena terbentur kekurangan finansial, H. Sopian akhirnya memutuskan DO atau keluar dari perkuliahan.
“Setelah berhenti kuliah saya kembali pulang ke Karawang dan menjadi guru honorer dengan pendidikan terakhir MA,” kata H. Sopian, Rabu (8/10/2025).
Pada tahun 1996, H. Sopian menikahi perempuan pujaannya. Istrinya kemudian mendorong agar dirinya kembali melanjutkan karir pendidikan tingginya.
Ia pun kemudian melanjutkan pendidikannya dengan mengambil diploma II (D II) di IAIN Sunan Gunung Djati Bandung dan berhasil lulus pada tahun 1999.
Pada tahun 2000, ia mencoba ‘menjemput takdir’ mendaftar sebagai CPNS dan dinyatakan lolos jadi CPNS.
Haus akan ilmu, H. Sopian kemudian melanjutkan kuliahnya S1 di STAI Yapata Aljawami dengan mengambil jurusan PAI dan lulus pada 2002. Ia pun berhak menyandang gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Keberhasilan meraih S1 diganjar dengan penyesuaian golongan PNS-nya. Yakni yang awal golongannya II B, ia kemudian ikuti ujian kenaikan pangkat dan dinyatakan lolos yang akhirnya golongannya menjadi golongan III A.
Tanpa sepengetahuan keluarganya, diam-diam H. Sopian melanjutkan kuliah S2-nya di STIA Mandala Indonesia Depok dengan mengambil jurusan ilmu administrasi.
Putra dari pasangan H. M. Subana dan Hj. Iti ini berhasil menamatkan pendidikan S2 pada tahun 2008 dan ia pun berhak menyandang gelar Magister Sains (M.Si).
“Keluarga enggak tahu kalau saya kuliah lagi, tahu-tahu saya diwisuda S2,” kata mantan Kepala MI Almaemunah Srengseng Cibuaya.
Melihat prestasi kinerja dan keuletennya, H. Sopian kemudian dipercaya menjadi Kepala Seksi Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (Kasi PD Pontren) Kemenag Karawang pada tahun 2011 hingga 2013.
Lalu ia dipercaya menjadi Kasi Pendidikan Madrasah dari tahun 2013 hingga 2015.
Moncernya, H. Sopian menahkodai Kantor Kemenag Karawang sejak tahun 2015 hingga tahun 2020.
“Pada detik-detik akhir masa jabatan Kepala Kantor Kemenag saya daftar kuliah S3 di UNINUS,” ujarnya.
Namun perkuliahan S3-nya sempat tersendat ketika pada tahun 2020 ia dipindahkan menjadi Kepala Kantor Kemenag Bekasi. Sempat berpindah-pindah tugas ke sejumlah daerah, H. Sopian kembali menjabat sebagai Kepala Kantor Kemenag Karawang pada akhir tahun 2023.
“Sebenarnya waktu menjabat Kepala Kemenag Purwakarta saya sudah melanjutkan lagi kuliahnya, sekitar Pebruari 2023,” ungkapnya.
S3 di UNINUS, H. Sopian mengajukan disertasi “Manajemen Tenaga Pendidik Dalam Meningkatkan Mutu Lulusan Madrasah Tsanawiyah (MTs)” dengan studi kasusnya di MTsN 3 dan MTsN 5 Karawang.
“Meskipun sempat tertunda karena kesibukan kerja akhirnya alhamdulillah pada 3 Oktober 2025 saya berhasil raih gelar doktoral setelah melalui sidang terbuka promosi doktor dan insyaAllah pada bulan November akan diwisuda doktor,” ucapnya dengan lega.
H. Sopian menjelaskan mengapa dirinya mengajukan judul disertasi tersebut. Sebagai Kepala Kantor Kemenag Karawang yang membawahi MI, MTs dan MA, ia melihat ada guru madrasah yang mismatch, artinya ada guru yang mengajar tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan atau keahliannya.
“Misal ada guru latar belakang pendidikanya PAI tapi mengajar bahasa Inggris. Akibat guru mismatch dan kekurangan SDM guru berimbas dengan menurunnya mutu Pendidikan,” ujarnya.
Maka solusi masalah itu, guru harus matching antara latar belakang Pendidikan dengan mata pelajaran yang diampunya, kemudian penuhi SDM guru walau resikonya tidak boleh lagi angkat guru honorer. Lalu tingkatkan SDM guru melalui pelatihan-pelatihan dan pendidikan.
“Guru yang belum S1 agar selesaikan S1-nya, guru yang sudah S1 didorong melanjutkan ke S2. Sehingga dengan matching dengan SDM-nya meningkat maka guru akan fokus mencerdaskan anak didik sehingga mutu lulusan di madrasah tersebut berhasil,” ungkapnya.
Dengan dirinya latar belakang dari pendidikan, H. Sopian menegaskan hasil penelitiannya (disertasi) tidak hanya sekedar corat coret di atas kertas, tetapi akan benar-benar ia aplikasikan di lapangan, terlebih saat ini dirinya memiliki kewenangan sebagai Kepala Kantor Kemenag Karawang.
“Hasil penelitian ini harus ada keberhasilannya, jangan sampai sia-sia kita meneliti tapi enggak ada hasilnya. Kebetulan saya punya kebijakan sebagai Kepala Kemenag sehingga hasil penelitian ini harus berdampak,” tegasnya.
“Berpegang teguh pada tagline madrasah lebih baik, lebih baik madrasah, madrasah hebat madrasah bermartabat, madrasah kuat Karawang kuat, madrasah mandiri berprestasi, madrasah maju mendunia,” timpalnya.
H. Sopian mengakui tidak mudah mengikuti dan melewati perkuliahan S3-nya karena dihadapkan dengan padatnya kesibukan kerja yang diembannya.
“Jujur saja ya, hampir-hampir tersendat kembali karena banyaknya kesibukan tapi karena ada kebijakan kampus bisa ikuti perkuliahan dengan online apalagi di masa pandemic Covid-19 akhirnya bisa dilanjutkan kembali kuliah dan saya semangat lagi kuliahnya sampai selesai,” bebernya.
Ia menambahkan, pada suatu waktu ia pernah berbicara di acara pembinaan dengan mengatakan, ‘silakan saudara-saudara (jadi) doktor, saya tidak mau jadi doktor, tapi maunya ngatur doktor’.
“Itu sebenarnya kata-kata bercanda karena saya belum jadi doktor. Nah sekarang saya sudah jadi doktor, jadi hayu jadi doktor. Ternyata memang betul kata hadis ‘tuntutlah ilmu dari buaian hingga ke liang lahad’. Jangan berhenti, saya sudah jadi pegawai, jadi Kepala Kemenag tapi tetap membutuhkan ilmu. Tetap semangat, yang belum S1 ayo segera S1 apalagi guru harus S1, yang belum S2 dan S3 ayo kejar S2 dan S3. Kuncinya adalah satu yaitu semangat, dengan kesemangatan saya yakin akan tercapai,” tutupnya.
Kisah Dr. H. Sopian, S.Pd.I., M.Si., menjadi pengingat bahwa pendidikan adalah jalan yang bisa dilalui siapa saja—asal ada niat, tekad dan kerja keras serta semangat.
Gelar doktor, bagi sebagian orang, mungkin terasa seperti mimpi yang terlalu tinggi—terutama jika latar belakang hidup penuh keterbatasan dan kekurangan. Namun kisah Dr. H. Sopian, S.Pd.I., M.Si., yang berasal dari keluarga sederhana di desa kecil di Karawang, membuktikan bahwa kekurangan bukanlah penghalang untuk menapaki puncak pendidikan tertinggi. (red).